PALEMBANG– PDAM TBS ( Tirta Bukit Sulap ) yang telah ditetapkan menjadi badan usaha milik daerah berdasarkan Perda kota lubuk Linggau nomor 05 tahun 2004 tanggal 17 Juni 2004 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja perusahaan daerah .
Dalam pengelolaan keuangan PDAM Tirta Bukit Sulap telah diberikan fleksibilitas yaitu keleluasaan untuk menerapkan praktik – praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menggali potensi kekayaan daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah ( PAD).
Berjalannya kasus PDAM TBS Lubuklinggau ini di Ranah Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera selatan (kejati Sumsel) telah menuai perhatian publik dari kinerja BUMD ini dalam mengelola keuangan berupa penyertaan Modal selama ini yang disinyalir tidak pernah memberikan keuntungan PAD.
Menurut Boni Belitong mengatakan, kami dari komunitas MAKI dan bersama sama rekan aktivis serta awak media di Palembang serta kota Lubuklinggau akan Mengawal terus perjalanan kasus ini sampai jaksa temui titik persoalan, terindikasi rugikan keuangan negara, ” tegas koordinator K- MAKI Sumsel.
” kita tidak main – main dalam mendukung kinerja APH di Kejati Sumsel dalam mengungkap kasus korupsi, bahkan bila ada kesempatan akan kami dorong melalui aksi demo di halaman Kejati sumsel,” Tegas nya.
Lanjutnya, Mengintip penggunaan Penyertaan Modal di PDAM TBS Lubuklinggau tahun 2018 dan 2019 saya beberkan sekarang versi yang BPK RI perwakilan Sumsel sampai kan.
Di tahun anggaran 2018 dan 2019 yang sekarang dalam proses penyidikan pidsus kejati Sumsel ,PDAM TBS Lubuklinggau tahun 2018 telah menerima realisasi Penyertaan Modal berjumlah Rp. 1 miliar dan tahun 2019 mengalami kenaikan Penyertaan Modal / investasi pemerintah ini sebesar Rp.9.250.000.000,00.
kutipan LHP BPK RI kota Lubuklinggau TA 2019 buku 1 dalam tabel rincian Penyertaan Modal per 31 Desember 2019 dan 2018 menyatakan Saldo Penyertaan Modal pada PDAM Tirta Bukit sulap Lubuklinggau per 31 Desember 2019 sebesar Rp.36.876.852.350,00 ,
Dengan uraiannya untuk nilai penyertaan modal dari pemerintah daerah Rp.47.731.621.219,95 , pemerintah pusat Rp.45.063.299.487,00 jika di total kan seluruh nya sebesar Rp.102.049.920.706,00.
Sedangkan penyertaan modal tahun 2019 Rp.9.250.000.000,00 + nilai penyertaan modal pemerintah daerah bernilai Rp.47.731.621.219,95 = total nilai Rp.56.981.721.219,95 dengan namanya jumlah Penyertaan Modal .
Kemudian dalam per 31 Desember 2019 dan 2018 terkait laba ( rugi ) ditahan tahun sebelumnya ( Rp.19.524.o60.228,51) dan pembagian laba ( rugi) 2019 sebesar ( Rp.170.630.607,37 ).
Dari Jabaran nilai Diatas yaitu: ( jumlah penyertaan modal )Rp.56.981.721.219,95 – laba rugi di tahan sebelumnya ( Rp.19.524.060.228,51) – pembagian laba ( rugi ) ( Rp.170.630.607,37 ) = menjadi lah jumlah bersih Rp.37.286.930.384,07.( Nilai ini lah yang menjadi pertanyaan para penegak hukum sekarang ).
Kemudian di tahun anggaran 2020 PDAM TBS mendapatkan penyertaan modal sebesar Rp.3,800.000.000,00.
Adanya simpang siur atas penggunaan anggaran Penyertaan modal ini tidak hentinya BPK rekomendasikan kepada Walikota dengan sependapat untuk ditindaklanjuti rekomendasi yang diberikan.
Dalam 2019 BPK nyatakan buruknya pengelolaan keuangan BUMD di kota Lubuklinggau yang tidak informatif dan belum dapat diandalkan.
Salah satunya PDAM Tirta Bukit sulap belum membuat laporan ( SAK ) , dan belum menyusun dan menyampaikan laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan tersebut serta laporan keuangan PDAM TBS belum diaudit akuntan publik.
Dalam hal ini laporan keuangan PDAM Tirta Bukit sulap menjadi pertanyaan besar di tahun 2018 dan 2019.
“jurus apa yang di gunakan direksi dalam menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS, dan apa yang menjadi Tela’ah dewan komisaris. Dan laporan bentuk apa yang di sampaikan oleh pihak PDAM ke walikota, padahal sudah di atur dalam perda nomor 3 tahun 2014 tanggal 26 Mei 2014 yang menyatakan ketua dewan pengawasan untuk mendapatkan pengesahan yang terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi tahunan setelah di audit oleh akuntan publik.” Jelas Boni.
Selanjutnya neraca dan perhitungan laba rugi tahunan yang telah mendapatkan pengesahan dari walikota memberikan pembebasan tanggung jawab kepada direktur dan dewan pengawas.
Menurut Aktivis pegiat antikorupsi K-MAKI Sumsel ini mengatakan ” apa yang tercantum dalam perda tersebut Diatas di duga tahun 2018 dan 2019 tidak pernah dilakukan, Karena PDAM Tirta Bukit sulap tidak mematuhi aturan untuk di periksa oleh akuntan publik yang sifatnya wajib untuk menjadi tolak ukur laba rugi pengelolaan keuangan perusahaan.
Tidak adanya audited melalui akuntan publik dalam 2018 dan 2019 di DUGA perbuatan sengaja di lakukan atau adanya konspirasi para petinggi di BUMD ini, biar publik yang ingin mengetahui pengelolaan keuangan di PDAM ini tidak tahu secara detil sampai ke akar akarnya cukup laporan LHP BPK saja yang sifatnya umum.
Dari sisi nilai penyertaan modal pemerintah kota jika sering kali mengalami kerugian yang berindikasi pengeluaran kas yang tidak jelas dan pembayaran gaji tidak sesuai dengan laporan SPT masa dan tahunan yang sulit di ukur sehingga berindikasi adanya pembayaran gaji fiktif, jadi tidak pantas untuk anggaran akuntan publik saja tidak mampu tapi untuk keselamatan gaji para jajaran direksi selalu harus di selamat kan tiap tahunnya ,” ujar Boni Belitong.
Lanjut Boni ” Terkait gaji direksi dan pengeluaran biaya sulit di identifikasi kebenaran nya rawan dengan korupsi karena laporan keuangan nya tidak di audit. menunjukkan ketidakbenaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan,” imbuhnya.
“Dalam Audited itu untuk semua prusda mesti dilakukan oleh mereka melalui akuntan publik yang mereka percaya sebelum BKP mengeluarkan opini,” pungkasnya. (*)
( TIM / Sumber data: LHP BPK RI )