“Sales Pilkada” Yang Menjanjikan Uang Dapat Ditindak Tegas

MUSIRAWAS, Liputanmusi.com  – Munculnya istilah sales Pilkada yang sekarang beredar di media sosial di Kabupaten Mura yang akan mengelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) sekarang ini cukup banyak mendapatkan perhatian masyarakat.

Berbagi upaya yang dilakukan sales Pilkada yang sudah mulai bergerliya untuk memasarkan jualannya kepada masyarakat dengan mensosialisasikan pasangan calon (Paslon) bupati dan wakil bupati yang akan dipilih pada pilkada 9 Desember 2020 harus disingkapi lebih berhati-hati lagi.

“Sebenarnya praktek sales Pilkada sudah muncul dibeberapa Pilkada lalu. Misalnya di Pilkada Muara Enim tahun 2018. Jangan sampai sales Pilkada ini dijadikan suatu modus atau upaya untuk melegalkan politik uang atau hadiah pada pemilih. Biasanya Istilah yang dipakai atau nama yang dikenal di masyarakat ketika sales Pilkada turun ke desa-desa adalah relawan.

Apabila relawan atau sales Pilkada ini nantinya terbukti memberikan iming-iming atau menjanjikan bahkan “memanjar” uang atau dengan kata lain terbukti mengandung unsur politik uang dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat, maka bisa ditindak tegas. Masyarakat bisa membawanya ke pengawas Pemilu karena mengawasi politik uang atau hadiah itu juga merupakan bagian dari masyarakat.

Masyarakat harus cerdas melihat fenomena sales Pilkada yang sekarang sedang marak. Sekali lagi, modus politik uang atau hadiah ini dapat dilakukan berbagai macam cara dan pola tertentu,” ungkap Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Publik Independen (LKPI) Arianto ketika dimintai pendapatya, Senin (18/10) lalu.

Lebih lanjut alumni Universitas Sriwijaya ini menambahkan, munculnya sales Pilkada dimulai dua bulan menjelang Pilkada di gelar. Pekerjaan sales Pilkada adalah mendatangi masyarakat secara door to door (ketuk pintu) yang biasanya dominan dengan wanita muda.

Mereka melakukan sosialisasi pasangan calon bupati dan wakil bupati yang akan mereka jual saat bertemu pemilih. Adapun alat sosialisasi yang dibawa biasanya cinderamata, kartu nama pasangan calon, gambar pasangan calon dan terakhir menitipkan lembar kartu kepada pemilih yang didatangi. Lembar kartu yang ditinggalkan itu dipesankan sales Pilkada supaya jangan sampai hilang sebelum hari pemilihan digelar.

“Kalau sales Pilkada sudah meminta fotocopy KTP, Kartu Keluarga, jumlah orang yang akan memilih dalam satu keluarga tersebut, masyarakat seharusnya jangan memberikan itu. Karena apa? foto copy KTP, KK itu merupakan dokumen yang penting dan bukan ranahnya sales Pilkada meminta itu. Kalaupun harus meminta itu, maka sales Pilkada harus mendapatkan ijin dari pemerintah setempat, misalnya dari kepala desa, RT, Kadus.

Silahkan saja sales pilkada melakukan sosialisasi sepanjang tidak melanggar aturan tetapi yang harus dicatat adalah sosialisasi itu juga harus mendapatkan ijin dari KPUD setempat mengingat kadang kala zona kampanye dan waktunya yang tidak diperhatikan sales pilkada apakah paslon bupati dan wakil bupati yang disosialisasikannya memang benar dan tepat waktunya berada di zona yang juga mereka sosialisasikan,” tambah pria yang pernahb tergabung dalam Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini dengan lantang.

Ditambahkan lelaki yang biasa disapa dengan nama panggilan Iyan ini, akibat dari ketidaktahuan jadwal dan zona kampanye para sales Pilkada ini, maka akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat dan juga protes dari relawan atau tim paslon bupati dan wakil bupati lain. Sehingga banyak yang ditemui sekarang bahwa sales Pilkada kena usir masyarakat dan ada juga yang diserahkan ke Panwascam karena melanggar aturan.

Apabila melanggar aturan, tentunya Bawaslu dapat melakukan tindakan cepat, terlebih lagi mengandung unsur politik uang uang atau panjar uang ataupun menjanjikan sesuatu saja pada masyarakat.

“Sekali lagi, masyarakat harus cerdas terutama dalam memberikan dokumen apabila diminta oleh sales Pilkada. Misalnya KTP, KK. Jangan sampai dokumen penting tersebut pada akhirnya akan disalahgunakan dengan tujuan yang tidak jelas.

Dan harus diingat, modus politik uang dapat dilakukan bermacam-macam cara yang tentunya pola-pola yang diterapkan tidak lain untuk melegalkan aturan yang dibuat yang dipastikan ileggal dan tujuannya tidak lain adalah melepaskan sanksi hukum yang sudah dibuat. Apabila paslon sudah melakukan politik uang maka, paslon yang terpilih akan mengembalikan modalnya dan ini akan membuat daerah tersebut sulit untuk maju,” tutup pria yang gemar memakai baju batik ini. (rls)

• Putra Sihombing

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *