Kerugian PT Linggau BISA Berpotensi Seret Kepala Daerah Dalam Pusaran Korupsi

 

PALEMBANG – PT Linggau Bisa BUMD Pemkot Lubuk Linggau menjadi sorotan publik karena belum pernah untung namun terus di impus penyertaan modal. Perusahaan yang didirikan 27 September 2013 dengan visi dan misi Bisnis Oriented atau mencari keuntungan sebagai sumber Pendapatan Daerah.

Pemkot Lubuk Linggau memberi modal dasar Perseroan sebesar Rp. Rp.5 Milyar secara bertahap. Setoran awal Rp.1,5 milyar tanggal 12 November 2013 dan kemudian sebesar Rp.3,4 M di lakukan pada tanggal 13 Maret 2014.

Posisi keuangan perusahaan per Desember 2013 sebesar Rp.430 juta atau minus Rp. 1,05 milyar Sementara per Desember 2014 Rp.2,04 atau minus Rp. 1.36 milyar. Hingga akumulasi kerugian usaha per Desember 2014 sebesar Rp. 2,85 milyar.

Kerugian perusahaan yang berdampak penurunan modal usaha di tengarai karena tingginya biaya operasional sementara pendapatan usaha tidak memadai.

Lebih lagi kinerja usaha dan keuangan PT Linggau Bisa tidak lagi terpantau sejak 2015. Hal ini terjadi karena Laporan Keuangan bersifat internal non audited atau tanpa diaudit Kantor Akuntan Publik.

PT Linggau Bisa kembali mendapat penyertaan modal usaha tahun 2019 sebesar Rp.300 juta. Sehingga akumulasi penyertaan modal per 31 Desember 2019 sebesar Rp.5,9 milyar

Di tahun 2020 PT Linggau kembali menerima penyertaan modal usaha dari Pemkot Lubuk Linggau sebesar Rp.1,2 Milyar. Sehingga total penyertaan modal Pemkot Lubuk Linggau Rp. 7,1 milyar per 31 Desember 2020.

Menyikapi kinerja PT Linggau Bisa yang tak lagi terpantau sejak tahun 2015, pegiat anti korupsi Sumsel yang juga Anggota Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Independent (K MAKI) angkat bicara. “Besarnya beban usaha perusahaan di tahun 2013 dan 2014 patut di pertanyakan kebenarannya dan harus di audit investigative oleh BPKP atau BPK RI untuk mengetahui jenis pengeluaran yang berbiaya besar”, kata Feri Kurniawan pegiat anti korupsi Sumsel.

“Dalam kurun waktu 13 bulan sejak 2013 sampai dengan tahun 2014 Manajemen PT Linggau bisa menghabiskan modal perusahaan sebesar Rp. 2,3 milyar atau rata – rata per bulan Rp. 180 juta per bulan”, ucap Feri Kurniawan

“Apakah pengeluaran kas perusahaan sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang meliputi biaya operasional dan investasi dan apakah dapat di buktikan kebenaran bukti pengeluaran uang kas perusahaan”, papar Feri Kurniawan.

“Apalagi sejak tahun 2015 hingga saat ini katanya tidak pernah di audit Kantor Akuntan Publik”, jelas Feri Kurniawan. “Artinya secara legalitas keuangan semua pengeluaran kas perusahan sejak tahun 2015 adalah pengeluaran pribadi”, jelas Feri Kurniawan

“Berpotensi merugikan keuangan negara adalah kata yang tepat karena cash flow perusahaan tidak dapat di yakini kebenaranya”, pungkas Feri Kurniawan. (*)

 

Sumber: K-MAKI Sumsel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *